AS berencana membatasi akses emas Rusia sebagai sanksi atas invasi ke Ukraina. Ilustrasi. |
Jakarta – Amerika Serikat (AS) berupaya untuk membatasi akses emas yang dimiliki Rusia dengan membentuk undang-undang. Hal itu dilakukan sebagai sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina.
Kedua wacana tersebut tampaknya telah disepakati oleh kedua fraksi besar di parlemen yakni Partai Republik dan Partai Demokrat.
Mereka menilai saat ini sanksi yang diberlakukan masih belum cukup. Pasalnya, nilai mata uang Rusia yakni rubel masih ditopang dengan cadangan emas senilai US$130 miliar atau setara Rp1.862 triliun (kurs Rp14.323 per dolar).
Senator Angus King menilai wacana kebijakan tersebut dapat mempersempit akses keuangan yang dimiliki Negara Beruang Merah tersebut, sebagaimana dikutip CNNindonesia.com
Rancangan Undang-undang (RUU) terkait pembatasan akses emas Rusia tengah digodok parlemen dan diusulkan oleh senator John Cornyn asal Texas dari Partai Republik, senator Bill Haggerty asal Tennessee dari Partai Republik dan senator Maggie Hassan asal New Hampshire dari Partai Demokrat.
Nantinya, aturan tersebut akan menjatuhkan sanksi bagi entitas bisnis AS yang bertransaksi dengan bank sentral Rusia. Ini juga akan menghukum entitas bisnis AS yang menjual emas secara fisik maupun elektronik kepada Rusia.
“Kami mengusulkan untuk menjatuhkan sanksi lagi dan meningkatkan tekanan keuangan untuk membuat mereka menghentikan kampanye brutal ini di Ukraina,” kata King dikutip dari CNN Business, Senin (14/3).
John Cornyn mengatakan sanksi tersebut akan menargetkan pihak-pihak yang membantu Rusia membiayai perang dengan membeli atau menjual emas mereka.
Pada akhir Juni, bank sentral Rusia dilaporkan memiliki emas senilai US$127 miliar atau setara 21,7 persen dari total aset yang dimilikinya. Emas dinilai memainkan peran yang penting bagi Rusia setelah dijatuhi sanksi dari Barat.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memang mengatakan bahwa pejabat AS dan sekutu di Eropa sedang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia.
“Pada titik ini, kami tidak melihat Rusia mundur dari perang yang mereka mulai, invasi tak beralasan ke tanah air Ukraina. Faktanya, kekejaman yang mereka lakukan terhadap warga sipil tampaknya semakin intensif,” kata Yellen.
Sanksi yang sudah dijatuhkan negara negara Barat nampaknya mulai mempengaruhi sektor bisnis, sebab banyak di antara merek bisnis ternama hengkang dari Rusia. Beberapa perusahaan yang memutuskan hengkang di antaranya McDonalds, General Electric, PayPal, Sony, hingga Goldman Sachs.(*)